Sejarah Rolak Songo

 


STUDAM LENGKONG ROLAK SONGO
Bukan Dam Rolak Songo yang sekarang
----------------------------------------------------------------

Salah satu bangunan besar pada masa kolonial di Mojokerto adalah Dam Rolak Songo. Bendungan pembagi air kali Brantas itu terletak di Lengkong Mojokerto dan karenanya dinamakan Stuwdam Lengkong. Rolak songo yang kita lihat sekarang bukanlah bangunan yang dibuat oleh Belanda.

Rencana pembuatan bendungan itu dimulai tahun 1850 atas inisiatif Residen Surabaya. Rancangan teknisnya dibuat oleh Insinyur C. Geil. Biaya yang disediakan oleh pemerintah kolonial mencapai 2,6 juta Gulden. Biaya yang cukup besar untuk ukuran saat itu diluar ongkos tenaga kerja. Memang pada dimulainya pembangunan, tenaga kerja pribumi didapat dari wajib kerja rodi.

Pengerjaan stuwdam Lengkong dimulai pada tahun 1852 dan selesai tahun 1857. Dari dam tersebut dibuatkan pintu air memuju ke wilayah Sidoarjo untuk mengairi sekurangnya 32 ribu hektar sawah. Tujuan pembangunan Dam Lengkong utamanya untuk menunjang industri gula yang mulai dibangun pada kisaran tahun 1820-an. Di Sidoarjo sendiri kemudian berdiri 13 pabrik gula yang semuanya sangat tergantung pada air yang dialirkan dari Dam Lengkong tersebut.

Walaupun berada di wilayah administrasi Mojokerto, Dam Lengkong dibuat bukan untuk kepentingan rakyat Mojokerto. Meskipun demikian, tenaga kerja yang dikerahkan secara paksa banyak didatangkan dari Mojokerto. Untuk pengerahan kerja paksa itu Bupati Kromodjojo Adinegoro memegang peran penting. Mungkin karena jasanya dalam pengerahan rakyatnya itulah, Kromodjojo yang nama aakinya R. Aersadan itu mengklaim sebagai orang yang membuat Dam Rolak Songo.

Manfaat yang didapat oleh rakyat Mojokerto pada saat pembangunan Dam Lemgkong adalah berkurangnya banjir dari kali Brantas. Pemerintah Kolonial buakan hanya membuat dam, ikut dibuat pula tanggul kali Brantas. Tanggul yang lumayan tinggi itu sebagai tembok yang membuat kota Mojokerto bebas banjir meskipun permukaan airnya sedang tinggi.

Lokasi dam saat itu tepat berada di sisi pintu air yang mengarah ke desa Mliriprowo. Di dekat pintu air itu terdapat rumah tua yang belakangan difungsikan sebagai bengkel kerja dam Lengkong. untuk mengurus semua pengelolaan air Kali Brantas kemudian didirikan lembaga yang bernama Provincialen Wateestaatsdienst Afdeling Brantas atau Dinas Pengairan Provinsi seksi Brantas. Kantor dinas pengairan itu ada di selatan alun-alun Mojokerto. Setelah berdirinya dinas yang ada dibawah naungan Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau departemen Pekerjaan Umum maka kantor yang ada di Mliriprowo dipindahkan ke kantor baru yang diresmikan tahun 1912 tersebut. Sebagai sebuah lembaga, Irrigatie Afdeling Brantas dibentuk dengan payung hikum Gouvernements Besluit tertanggal 16 Januari 1892 dengan nomor surat 21.

Rolak songo mengalami renovasi pada peryengahan tahun 1920-an. Entah apa penyebab diadakannya renovasi itu. Yang jelas biaya renivasi tidak lagi dibebankan pada anggaran pemerintah kolonial, sindikat pabrik gula yang menanggungnya. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk renivasi tidak lagi gratis karena kerja rodi sudah dihapus seiring berakhirnya politik tanam paksa. Bisa jadi renovasi itu dilakukan karena adanya bencana alam dimana Gunung Kelud pernah meletus beberapa kali. Bisa juga untuk peremajaan teknologi terbaru saat itu.

Renovasi pada dam Rolak Songo sepertinya dilakukan secara simultan. Pada saat yang bersamaan juga dibuat beberapa kanal baru ke wikayah utara Kali Brantas. Salah satu saluran yang dibuat adalah syphon Watudakon yang mengalirkan sebagian air Kali Watudakon ke Pagerluyung melewati bawah Kali Brantas. Ada pula kanal Kedungsoro yang membuang air Kali Brantas ke Kali Marmoyo.

Dam rolak songo buatan Belanda itu kemudian dibongkar total setelah Indonesia Merdeka. Bangunan itu dibongkar karena mengalami kerusakan cukup parah pada pintu airnya. Kerusakan yang terjadi karena para pejuang pada saat terjadi perang Kemerdekaan. Perusakan pintu air itu menyebabkan Sidoarjo dan Surabaya kebanjiran. Ir. Sutami, menteri PU saat itu berperan penting dalam pembuatan dam yang kemudian dinamakan Dam Lengkong Baru tersebut. Dam yang diresmikan Menteri Sutami itulah yang kita lihat sekarang ini.

Bagaimama dengan Dam Lengkong (lama) ?. Sisa-sisa material, khusunya pintu airnya kemudian diangkat dan disimpan. Benda peninggalan kokonial itu dapat disaksikan di Museum Rolak Songo di Lengkong. Rolak Songo lama memang memiliki sembilan pintu air. Berapa jumlah pintu air Rolak Songo Baru ?


Sumber : https://web.facebook.com/Serpihan-Catatan-Ayuhanafiq

Komentar