Gunung Penanggungan
Gunung Penanggungan | |
---|---|
Titik tertinggi | |
Ketinggian | 1 653 m (5 423 kaki) |
Koordinat | 7.615°S 112.62°E |
Geografi | |
Letak | Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia |
Geologi | |
Jenis gunung | Stratovolcano |
Gunung Penanggungan (nama kuna: Gunung Pawitra) (1.653 m dpl) adalah gunung berapi kerucut dalam kondisi istirahat yang berada di Jawa Timur, Indonesia. Posisinya berada di perbatasan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Mojokerto (sisi barat) dan Kabupaten Pasuruan (sisi timur) dan berjarak kurang lebih 55 km sebelah selatan kota Surabaya.
Gunung Penanggungan merupakan gunung kecil yang berada pada satu kluster dengan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang yang jauh lebih besar. Meskipun kecil, gunung ini memiliki keunikan dari sisi kesejarahan, oleh karena di sekujur permukaannya, mulai dari kaki sampai mendekati puncak, dipenuhi banyak situs kepurbakalaan yang dibangun pada periode Hindu-Buddha dalam sejarah Indonesia.Geologi dan morfologi
Gunung Penanggungan sering dianggap sebagai miniatur dari Gunung Semeru, karena hamparan puncaknya yang sama-sama terdapat pasir dan batuan yang luas.
Puncak Penanggungan (1653 m) berupa kerucut piroklastik dilengkapi dengan kubah lava, dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih kecil, yaitu Gunung Wangi (987 m, sisi tenggara), Gunung Bendo (1015 m, sisi selatan), Gunung Sarahklapa (1235 m, sisi barat daya), Gunung Jambe (745 m, sisi barat), Gunung Bekel (1260 m, sisi barat laut), Gunung Gambir/Genting (588 m, sisi utara), Gunung Gajahmungkur (1089 m, sisi timur laut), dan Gunung Kemuncup (1238 m, sisi timur).
Ditilik dari usia pembentukan, Gunung Penanggungan terbentuk dari aktivitas generasi ketiga di kompleks Arjuno-Welirang-Anjasmoro, satu periode pembentukan dengan Gunung Arjuno muda, Gunung Welirang, dan Gunung Kelud, diperkirakan terbentuk pada kala Holosen. Aliran lava (tua) dari kawah tepi mengalir ke seluruh sisi dan tumpukan sisa awan panas (aliran piroklastik) membentuk punggungan di sekitarnya. Kajian oleh tim van Bemmelen (1937) mendapati gunung api ini telah tidak aktif paling tidak 1000 tahun, dan erupsi terakhir diperkirakan terjadi sekitar 200 M. Dalam radius 5 km dari puncak dihuni oleh hampir 20 000 jiwa, namun dalam jarak 10 km dihuni lebih daripada 400 ribu jiwa
Arkeologi
Dilihat dari sisi sejarah, gunung ini memiliki nilai yang penting karena di sekujur lerengnya dipenuhi oleh ratusan situs-situs arkeologi dan spiritual Indonesia dari era Hindu-BUddha. Lebih dari seratus bangunan atau sisa bangunan ditemukan, kebanyakan berada pada sisi barat sampai utara (Kecamatan Trawas, Mojokerto)
Menurut mitos Jawa, sebagaimana tertulis dalam Kitab Tantu Panggelaran, Gunung Penanggungan (Pawitra) merupakan bagian puncak Gunung Mahameru yang tercecer ketika dipindahkan ke Jawadwipa (Pulau Jawa). Penanggungan merupakan salah satu dari sembilan gunung yang dianggap suci di Jawa. Kakawin Negarakertagama menyebutkan bahwa Gunung Pawitra merupakan satu dari tujuh gunung tempat para resi bertapa (gunung lainnya adalah Pucangan, Sampud, Rupit, Pilan, Jagadhita, dan Butun). Tampaknya, referensi kesucian tersebut tidak terlepas dari morfologi kompleks gunung ini, berupa satu puncak tertinggi yang dikelilingi oleh delapan puncak yang posisinya sedikit banyak mengingatkan pada gambaran mandala dalam kosmologi Hindu-Budha.
Di sekujur lereng gunung ini ditemukan berbagai peninggalan purbakala, baik candi, ceruk pertapaan, maupun petirtaan dari periode Hindu-Buddha di Jawa Timur. Inventarisasi dan dokumentasi pertama kali dilakukan oleh tim Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda 1935 –1940, di bawah pimpinan W.F. Stutterheim dan A. Gall, setelah sebelumnya banyak laporan dari berbagai sumber sejak 1900, beberapa bahkan menyertakan foto dan menemukan prasasti angka tahun dari abad ke-15 M. Tim mencatat 81 kepurbakalaan yang diberi angka Romawi I–LXXXI. Hasil penelitian ini baru diterbitkan pada 1951, tetapi datanya tidak lengkap lagi.
Berdasarkan studi selama dua tahun (2012-2014) ditemukan 116 situs percandian atau objek kepurbakalaan, mulai dari kaki sampai mendekati puncak gunung. Eksplorasi oleh tim dari Universitas Surabaya (Ubaya) hingga 2017 telah menginvetarisasi 198 situs/bangunan kepurbakalaan. Beberapa struktur yang ditemukan adalah Gapura Jedong (926 Masehi), Petirtaan Jalatunda (abad ke-10), Petirtaan Belahan (l.k. 1009 M), Candi Kendalisodo (Kep. LXV), Candi Merak (Kep. LXVII), Candi Yudha, Candi Pandawa (Kep. VI), dan Candi Selokelir (pertama kali dilaporkan tahun 1900 oleh seorang kontrolir bernama Broekveldt). Selain bangunan, ditemukan pula punden berundak dan tempat pertapaan. Candi-candi di Gunung Penanggungan memiliki gaya yang unik, yaitu bangunannya menempel pada dinding gunung/lereng, tidak berdiri sendiri. Banyak di antaranya bergaya punden berundak, yang dianggap sebagai ciri khas asli gaya bangunan pemujaan di Nusantara. Penemuan "jalur ziarah" setelah kebakaran hebat pada tahun 2015 juga menegaskan bahwa gunung ini adalah tempat suci bagi masyarakat Jawa di paruh pertama milenium kedua era modern.
Karena kekayaan peninggalan budaya ini, kawasan Gunung Penanggungan telah ditetapkan sebagai Satuan Ruang Geografis Kawasan Penanggungan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Provinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 188/18/Kpts/013/2015 tanggal 14 Januari 2015.
Vegetasi
Vegetasi yang menutupnya merupakan kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Pada bagian kerucut teratas menuju puncak terdapat padang rerumputan (stepa pegunungan) yang didominasi gelagah dan alang-alang serta di sana-sini terdapat pohon kaliandra yang tampaknya sengaja ditanam sebagai tanaman penghijauan.
Rute Pendakian
Selain sebagai kawasan sejarah dan ziarah, gunung berapi ini juga merupakan sasaran pendakian. Karena puncaknya yang relatif lebih rendah daripada gunung lain di sekitarnya, gunung ini cocok untuk dijadikan sarana "pemanasan" atau sekadar berlibur. Ada sejumlah jalur pendakian yang umum digunakan.
- Jalur Wonosunyo, Betro, Gempol
Jalur Betro diawali dari Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Ini adalah jalur yang dimulai dari sisi timur laut Gunung Penanggungan. Dari jalur ini pendaki akan melewati Petirtaan Belahan (Candi Sumber Tetek).
- Jalur Jalatunda, Trawas
Awal jalur ini adalah Petirtaan Jalatunda di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, yang berlokasi di sisi barat gunung. Jalur ini boleh dibilang "jalur sejarah" atau "jalur ziarah" karena banyak melewati objek-objek purbakala, seperti Candi Bayi, Candi Putri, Candi Pura, Candi Gentong, dan Candi Sinta. Ujung jalur ini adalah kawasan puncak sisi utara. Ada percabangan arah utara menuju Candi Naga I di dekat Candi Pura. Dari Jalatunda juga terdapat percabangan ke kiri menuju puncak Gunung Bekel, yang akan melewati Candi Kama II dan Candi Kendalisodo.
- Jalur Kedungudi, Trawas
Awal pendakian dimulai dari Desa Kedungudi, Kecamatan Trawas. Beberapa candi yang dilewati/berdekatan dengan jalur ini adalah Candi Guru dan Candi Siwa. Jalur ini juga berhubungan dengan jalur Jalatunda dan akan melewati Candi Sinta, Candi Lurah, Candi Carik, dan Candi Naga II.
- Jalur Tamiajeng, Trawas
Jalur ini adalah jalur paling populer bagi pendaki, dimulai dari Desa Tamiajeng, Trawas, Kabupaten Mojokerto, yang merupakan sisi barat daya gunung. Jalur ini paling singkat, tetapi cukup terjal. Terdapat empat pos perhentian sebelum sampai lapangan puncak. Dari jalur ini akan melewati pelataran yang dikenal sebagai "Bukit Bayangan".
- Jalur Ngoro
Jalur ini dimulai dari Kecamatan Ngoro, Mojokerto, tepatnya Dusun Genting, Desa Watonmas Jedong. Jalur ini adalah jalur terberat.
Sumber : https://id.wikipedia.org/
Komentar
Posting Komentar